Jum’at, 12 Juni 2009
Keberadaan
UKM sebagai bagian dari seluruh entitas usaha nasional merupakan wujud nyata
kehidupan ekonomi yang beragam di Indonesia. Oleh karena itu, penempatan peran
UKM merupakan salah satu pilar utama dalam mengembangkan sistem perekonomian,
namun hingga kini perkembangannya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan
pelaku ekonomi yang lain. Dalam pengembangannya, UKM harus menjadi salah satu
strategi utama pembangunan nasional yang pelaksanaannya diwujudkan secara
sungguh-sungguh dengan komitmen bersama yang kuat serta didukung oleh upaya-upaya
sistematis dan konseptual secara konsisten dan terus -menerus dengan melibatkan
semua pihak yang berkepentingan (baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat di
tingkat nasional, regional, maupun lokal).
Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) memiliki dua definisi usaha kecil yang dikenal di
Indonesia, yaitu:
·
Definisi usaha kecil menurut
Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi
rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1.000.000.000 (1
milyar) dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, paling banyak Rp 200.000.000,00.
·
Definisi menurut kategori Badan
Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri
rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya,
yaitu:
§ Industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang.
§ Industri kecil dengan pekerja 5-19 orang.
§ Industri menengah dengan pekerja 20-99 orang.
§ Industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.
Sejalan
dengan perkembangan dalam era globalisasi dan tuntutan dalam rangka pelaksanaan
otonomi daerah, masalah krusial yang juga banyak dikeluhkan belakangan ini oleh
para pelaku bisnis termasuk UKM munculnya berbagai hambatan yang berkaitan
dengan peraturan-peraturan baru, khususnya di daerah. Peraturan-peraturan
daerah ini sering kurang atau bahkan tidak memberikan kesempatan bagi UKM untuk
berkembang. Dalam implementasinya, birokrasi administrasi yang berbelit-belit
dan penegakan hukum yang kurang tegas menjadi tantangan yang terus harus kita
atasi ke depan. Berawal dari berbagai masalah, tantangan, dan hambatan tersebut
di atas, maka dalam pengembangan koperasi dan UKM, pemerintah telah menetapkan
arah kebijakannya, yaitu:
·
Mengembangkan UKM.
·
Memperkuat Kelembagaan.
·
Memperluas basis dan kesempatan
berusaha.
·
Mengembankan UKM sebagai produsen,
dan
·
Membangun Koperasi
Dalam
pembangunan perekonomian di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor
yang memiliki peranan penting. Hal ini dikarenakan sebagian besar jumlah
penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di
sektor tradisional maupun modern. UKM juga memiliki peran yang strategis dalam
pembangunan perekonomian nasional, oleh karena itu, selain berperan dalam
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam
perindustrian hasil-hasil pembangunan.
Usaha
kecil dan menengah (UKM) dalam memegang peranan penting tersebut, baik ditinjau
dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan
kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara
untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha
kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah
total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp 1 milyar), pada tahun
2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia.
Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan
tahunan yang berkisar antara Rp 1 Milyar dan Rp 50 Milyar) meliputi hanya 0,14
persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai
keseluruhan meliputi 99,9 persen dari jumlah total usaha yang bergerak di
Indonesia.
Dalam
rangka menangkap semangat reformasi, demokratisasi, desentralisasi, dan
partisipasi; maka perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, evaluasi,
dan penyempurnaan terus-menerus keseluruhan program pembangunan seyogyanya
mengacu pada paradigm pembangunan yang bertumpu pada masyarakat
(community-based development) atau pembangunan yang berpusat pada manusia (people-centered
development). Konsep pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat
tersebut antara lain berlandaskan azas-azas:
· Komitmen penuh pemerintah dengan
keterlibatan minimal (fully committed with less involvement),pemerintah
berintervensi hanya apabila terjadi distorsi pasar dengan cara selektif dan
bijaksana (smart intervention)
·
Peran-serta aktif (participatory
process) dari seluruh komponen
·
Masyarakat madani (civil society)
·
Keberlanjutan (sustainability)
·
Pendanaan bertumpu pada prinsip-prinsip:
efisiensi, efektivitas, transparansi, dan accountability serta dapat langsung
diterima oleh masyarakat yang betul-betul memerlukan (intended beneficiaries).
Sebagai
konsekuensinya semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) atau semua unsur
masyarakat madani (pemerintah, pengusaha, perguruan tinggi serta masyarakat
dan/atau LSM) haruslah dilibatkan di dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, pemantauan, dan evaluasi pembangunan, baik di tingkat pusat
maupun daerah/lokal. Upaya menegakkan kemandirian nasional dalam rangka
mengurangi/menghapuskan beban hutang dan ketergantungan terhadap pinjaman luar
negeri serta upaya memperkuat ketahanan ekonomi nasional harus dibangun melalui
penggalian dan mobilisasi dana masyarakat serta peningkatan partisipasi segenap
unsur masyarakat madani (Indonesia Incorporated) dalam proses pembangunan
berlandaskan paradigma pembangunan yang bertumpu pada masyarakat
(community-based development). Dengan demikian pengembangan investasi akan
berlangsung secara berkelanjutan dan berakar dari kemampuan sumberdaya nasional
dengan partisipasi luas masyarakat dan dunia usaha, terutama UKM dan Koperasi
sebagai komponen terbesar usaha nasional, sehingga terbentuk keandalan daya
saing investasi nasional. Pembangunan investasi bagi perkuatan usaha nasional,
perlu lebih didorong untuk memperluas pemerataan kesempatan berusaha bagi
seluruh pelaku ekonomi dalam rangka memperkuat basis perekonomian nasional yang
tangguh dan mandiri serta untuk mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan.
Dalam
mewujudkan system tersebut, dibutuhkan lingkungan yang mendukung. Lingkungan
yang paling dekat adalah lingkungan operasi UKM itu sendiri yang secara
langsung dihadapi oleh UKM. Lingkungan ini secara langsung mempengaruhi
performa UKM. Kompetitor, kreditor, pelanggan, buruh, dan pemasok adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi performa UKM. Penguasaan pangsa pasar salah
satu faktor yang menentukan sejauhmana daya kompetisi UKM. Sedangkan dari sisi
sistem kredit, perburuhan, dan pelanggan juga sangat nyata mempengaruhi UKM.
Prospek bisnis UKM dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah sangat
tergantung pada upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengembangkan bisnis
UKM. Salah satu upaya kunci yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengembangkan
iklim usaha yang kondusif bagi UKM. Untuk mencapai iklim usaha yang kondusif
ini, diperlukan penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi UKM.
Kebijakan yang kondusif dimaksud dapat diartikan sebagai lingkungan kebijakan
yang transparan dan tidak membebani UKM secara finansial bicara berlebihan. Ini
berarti berbagai campur tangan pemerintah yang berlebihan, baik pada tingkat
pusat maupun daerah harus dihapuskan, khususnya penghapusan berbagai peraturan
dan persyaratan administratif yang rumit dan menghambat kegiatan UKM.
Suatu
faktor penting di beberapa daerah yang sangat mengurangi daya saing UKM adalah
pungutan liar (pungli) atau sumbangan wajib yang dikenakan pejabat aparat
pemerintah. Pungli liar ini tentu saja akan meningkatkan biaya operasi UKM
sehingga mengurangi daya saing mereka. Dengan demikian, pungutan liar maupun
beban fiskal yang memberatkan perkembangan UKM di daerah harus dihapuskan.
Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program pengembangan
UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai ditinggalkan,
sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan program UKM yang
berorientasi pasaryang didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan
riel UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus dari program ini
yakni pertumbuhan UKM yang efisien ditentukan oleh pertumbuhan produktivitas
UKM yang berkelanjutan, dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan UKM yang
berkelanjutan. Secara lebih spesisfik The Asia Foundation pada tahun 2000 membagi
fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut dalam empat unsur
pokok, yaitu:
·
Pengembangan lingkungan bisnis
yang kondusif bagi UKM
·
Pengembangan lembaga-lembaga
finansial yang bisa memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada U KM atas dasar
transparansi
·
Pelayanan jasa-jasa pengembangan
bisnis non-finansial kepada UKM yang lebih efektif
·
Pembentukan aliansi strategis
antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar
negeri.
Diposkan oleh donsantosa di 00.06
Label: PEREKONOMIAN INDONESIA
Analisis
:
Tulisan diatas
menjelaskan tentang UKM mulai dari Keberadaan UKM yang berfungsi sebagai bagian
dari seluruh entitas usaha nasional, definisi UKM menurut Undang-Undang dan
BPS, kebijakan tentang pengembangan koperasi dan UKM, peran penntingnya suatu
UKM, dan sampai dengan yang lebih spesisfik yaitu pendapat The Asia Foundation
pada tahun 2000 yang membagi fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi
pasar tersebut dalam empat unsur pokok yang tertera dalam tulisan diatas.
Tulisan ini menjelaskan secara rinci mengenai UKM dan ekonomi.
0 komentar:
Posting Komentar